Emporio.my.id-
PERNYATAAN Kepala Dinas Perhubungan (dishub) DKI Jakarta (Daerah Khusus Jakarta) Syafrin Lupito yang menyebut layanan Transjakarta Koridor 1 (Blok M – Kota) akan ditiadakan jika moda raya terpadu (MRT) tahap II sudah selesai (diperkirakan tahun 2027), dinilai konyol. Ia menjelaskan bahwa karakter pelanggan Transjakarta (TJ) itu berbeda dengan karakter pelanggan MRT, baik dari aspek sosial ekonomi, tarif, maupun pola perjalanannya, sehingga tidak bisa keberadaan MRT itu menggantikan layanan TJ, meskipun satu rute.
“Ini jelas langkah yang tidak tepat, untuk tidak menyebut konyol. Kadishub dipastikan tidak tahu kondisi lapangan, termasuk kondisi pelanggan MRT dan Transjakarta (TJ). Kalau memahami kondisi atau karakter pelanggan MRT dan TJ tentu tidak akan mengeluarkan pernyataan tersebut,” ujar Kritikus Transportasi Darmaningtyas melalui keterangan tertulis yang diterima, Minggu (22/12)
Pertama, ujar dia, dari aspek sosial ekonomi, pelanggan MRT memiliki kelas social ekonomi yang lebih tinggi, terlihat dari penampilan fisiknya yang lebih glowing, jenis pakaiannya yang rata-rata bermerk, farfum yang digunakan, maupun tentengan tasnya. Sangat jarang (boleh dikatakan tidak pernah terlihat sama sekali) pelanggan MRT menenteng tas plastik (tas kresek) atau kardus. Tapi terlalu mudah menemukan pelanggan TJ membawa tentengan tas kresek atau kardus. Jadi dari aspek social ekonomi ini saja, sangat tidak realistis memindahkan pelanggan TJ ke MRT. B
“Begitu mereka dipaksa pindah ke MRT karena layanan TJ Koridor 1 dihapuskan, maka mereka akan pindah ke sepeda motor, dan ini jelas suatu kekonyolan yang tidak terampuni,” ucapnya.
Kedua, sambung Darmaningtyas, dilihat dari segi tarif, tarif MRT jelas jauh lebih mahal karena berdasarkan jarak tempuh. Saat ini saja, jarak Lebak Bulus – Bunderan HI tarifnya mencapai Rp. 14.000,-. Naik TJ hanya Rp. 3.500,-. Seandainya pada tahun 2027 nanti tarif TJ naik menjadi Rp. 5.000,- akan tetap jauh lebih murah dibandingkan tarif MRT dari Lebak Bulus sampai Kota yang mungkin bisa mencapai Rp. 30.000,-. Dengan tarif sebesar itu, jelas tidak mungkin terjangkau oleh pengguna TJ. Tarif itu terjangkau bagi pengguna mobil pribadi.
“Jadi semestinya cara berfikir insan Dinas Perhubungan Daerah Khusus Jakarta (DKJ) itu bukan menghapus layanan TJ Koridor 1, tapi bagaimana memindahkan pengguna mobil pribadi ke angkutan umum khususnya MRT,” terangnya.
Menurut Darmaningtyas, kebijakan-kebijakan yang sudah lebih dari 15 tahun digodok dan dikaji, seperti misalnya tarif parkir tengah kota yang mahal, tidak boleh parkir di badan jalan, dan harga BBM untuk kendaraan pribadi yang mahal, diimplementasikan. Ia mengatakan menghapus layanan Koridor 1 jelas bukan kebijakan yang cerdas, dan bertentangan dengan Pembangunan MRT itu sendiri yang sejak diwacanakan untuk memindahkan pengguna kendaraan pribadi, bukan memindahkan pengguna angkutan umum lainnya.
Ia pun mengatakan menghapus layanan TJ Koridor 1 jelas akan menurunkan jumlah pengguna angkutan umum dan akan menaikkan pengguna kendaraan pribadi, utamanya motor. Kontribusi Koridor 1 dalam memfasilitasi mobilitas warga Jabodetabek setiap harinya cukup tinggi, bisa mencapai 66.000 orang pada hari kerja.
“Kalau 50% mereka kembali naik motor, karena tidak mampu naik MRT, maka itu akan nambah ruwet Kota Jakarta,” ucapnya.
Ketiga, pola perjalanan pengguna TJ berbeda dengan pola perjalanan pengguna MRT. Kalau Kadishub atau insan Dinas Perhubungan sesekali naik Koridor 1 dari Balok M sampai Kota akan tahu bahwa pelanggan Koridor 1 saat ini sudah mengalami pergeseran dibandingkan dengan 21 tahun silam saat Koridor 1 untuk pertama kalinya dioperasikan untuk rute Blok M – Kota. Saat itu Sebagian pelanggan dari Blok M akan banyak naik dari Halte Ratu Plaza (Bunderan Senayan) sampai dengan Monas, dan akan banyak turun mulai dari Halte Dukuh Atas hingga Harmoni. Demikian pula pada saat jam sibuk sore hingga petang hari, pelanggan terbanyak mulai naik dari Halte Harmoni hingga Bunderan Senayan, dan turun di Blok M.
Sekarang dengan adanya pengembangan koridor, termasuk Koridor 13 dan pengembangan rute TJ, Koridor 1 telah menghubungkan layanan dengan Koridor 2, 3, 4, 6, 8, 9, 12,13, dan layanan sejumlah rute non koridor, seperti 1A (Balai Kota-Pantai Maju), 1C (Blok M – Pesanggrahan), 1E (Blok M – Pondok Labu), 1N (Blok M – Tanah Abang), 1P (Blok M – Senen), 1Q (Blok M – Rempoa), 3H (Jelambar – Kota), 4K (Kejaksaan – Pulogadung), 5A (Ragunan – Balai Kota via Kuningan), 6B (Ragunan – Balai Kota via Semanggi), 6M (Blok M – Stasiun Manggarai), 6U (Blok – Pasar Minggu via Mampang), 6V (Ragunan – GBK), 7B (Blok M – Kampung Rambutan), 8C (Kebayoran Lama – Tanah Abang), 8D (Blok M – Joglo), 8E (Blok M – Bintaro), T22 (Kejaksaan – Ciputat), Jak 31 (Blok M – Andara), serta Jak 102 (Blok M – Lebak Bulus).
Mereka yang dari Kawasan Sudirman – Thamrin hingga Medan Merdeka yang akan menggunakan layanan LRT Jabodebek juga dapat menggunakan layanan TJ Koridor 1 lalu turun di Halte Dukuh Atas atau Bunderan HI Astra untuk selanjutnya naik Koridor 6, 6A, dan 6B. Sedangkan yang akan menggunakan layanan KCI dapat turun di Halte Tosari atau Dukuh Atas lalu jalan kaki.
“Melihat jaringan rute Koridor 1 yang begitu banyak dan luas, maka penghapusan layanan Koridor 1 adalah suatu kesalahan yang amat fatal. Pernyataan Kadishub Syafrin Lupito yang menghapuskan layanan TJ Koridor 1 itu menjadi bukti bahwa Kadishub dan insan Dinas Perhubungan sendiri tidak pernah naik TJ, khususnya Koridor 1 sehingga staf-stafnya tidak dapat memberikan masukan yang sesuai realitas,” tukasnya. (H-3)
Artikel ini merupakan Rangkuman Ulang Dari Berita : https://mediaindonesia.com/megapolitan/728246/kadishub-dki-akan-hilangkan-koridor-1-transjakarta-kritikus–karakter-pelanggan-transjakarta-berbeda-dengan-mrt