Emporio.my.id-
KEPUTUSAN Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk tetap menggelar pemungutan suara Pilkada 2024 di Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan dinilai sebagai bentuk pelanggaran fundamental atas asas pilkada yang jujur, adil, dan demokratis. Pasalnya, Pilkada Banjarbaru 2024 diselenggarakan dengan hanya mengakomodir satu pasangan calon wali kota-wakil wali kota saja saja sebagai suara sah.
Sebagaimana diketahui, seharusnya Pilkada Banjarbaru 2024 diikuti oleh pasangan Erna Lisa Halabi-Wartono dan Muhammad Aditya Mufti Ariffin-Said Abdullah. Kendati demikian, Aditya-Said didiskualifikasi oleh Bawaslu Kalimantan Selatan karena dinilai melakukan pelnggaran jelang pelaksanaan pencoblosan.
Akibatnya, surat suara yang diserahkan kepada pemilih tetap memuat foto dua pasangan calon. KPU menganggap coblosan untuk Aditya-Said tidak sah. Berbeda dengan pilkada di 37 daerah yang diikuti satu pasangan calon, Pilkada Banjarbaru 2024 tidak menerapkan konsep kotak kosong.
Oleh karenanya, Erna-Wartono dipastikan memenangkan kontestasi meski suaranya kalah dengan yang dinyatakan tidak sah oleh KPU. Pakar hukum pemilu dari Universitas Indonesia Titi Anggraini mengatakan, langkah yang diambil KPU bertentangan dengan desain sistem pemilihan jika hanya diikuti satu pasangan calon.
“Atas apa yang terjadi di sana jika dibiarkan maka Pilkada Banjarbaru adalah inkonstitusional. Dalam hal hanya ada satu pasangan calon saja yang menyaratkan adanya opsi kolom kosong sebagai pilihan bagi pemilih sebagaimana diatur dalam Pasal 54C ayat (1) dan (2) UU 10/2016,” terangnya, Jumat (29/11).
Titi berpendapat, karut-marut yang terjadi pada Pilkada Banjarbaru 2024 bermula dari putusan Bawaslu Provinsi Kalimantan Selatan yang mendiskualifikasi pasangan Aditya-Said di menit terakhir. Oleh karenanya, laporan terkait sengkarut di Banjarbaru mesti disampaikan ke Bawaslu RI sebagai bentuk pelanggaran administrasi pilkada.
“(Supaya) Bawaslu memberikan rekomendasi agar dilakukan pemungutan suara ulang sesuai dengan ketentuan pilkada dengan calon tunggal,” jelas Titi.
Alternatif lainnya, sambung Titi, Aditya-Said maupun pemantau pilkada terakreditasi pada Pilkada Banjarbaru 2024 dapat mengajukan perselisihan hasil ke Mahkamah Konstitusi (MK) paling lambat tiga hari kerja sejak diumumkan penetapan hasil.
Terlepas dari putusan Bawaslu yang problematik, Titi mengatakan bahwa seharusnya KPU Banjarbaru juga harus mencari cara untuk menyediakan opsi kotak kosong dalam surat suara. Jika konsisten dengan rekomendasi Bawaslu dan patuh pada kententuan UU Pilkada, Titi menyebut KPU dapat memutuskan untuk menunda pemungutan suara.
“Dan kemudian menyelenggarakan pemungutan suara lanjutan dengan menyediakan surat suara yang memberikan opsi kolom atau kotak kosong bagi pemilih,” tandas Titi.
Terpisah, anggota KPU RI Idham Holik menjelaskan pihaknya sebagai regulator hanya melakukan monitoring dan pembinaan terhadap KPU daerah. Dalam hal ini, KPU RI sudah bersurat kepada KPU Kalimantan Selatan untuk melakukan kajian hukum atas putusan Bawaslu yang mendiskualifikasi Aditya-Said.
Sementara, anggota KPU RI lainnya yang mengurusi masalah logistik, Yulianto Sudrajat, mengatakan bahwa rekomendasi Bawaslu Kalimantan Selatan ditindaklanjuti KPU Banjarbaru atas perintah KPU Kalimantan Selatan kurang dari 30 hari dari pembatalan calon.
“Maka tentu sudah tidak memungkinkan ruang waktu untuk proses pencetakan surat suara,” pungkas Sudrajat
Intinya begitu ya, posisi uniknya terkait dengan pembatalan paslon di Kota Banjar Baru adalah karena rekomendasi dari Bawaslu Provinsi Kalimantan Selatan. (P-5)
Artikel ini merupakan Rangkuman Ulang Dari Berita : https://mediaindonesia.com/pilkada/722118/pakar-pilkada-banjarbaru-2024-inkonstitusional