Emporio.my.id-
KEMENTERIAN Kesehatan menegaskan stigma menjadi salah satu tantangan terbesar dalam penanganan HIV/AIDS. Datanya menunjukkan, 53 persen orang dengan HIV (ODHIV) tidak mengetahui adanya perlindungan hukum atas hak mereka, membuat banyak dari mereka ragu dalam mengakses layanan kesehatan.
Oleh karena itu penting memastikan kesetaraan hak-hak pelayanan kesehatan bagi populasi kunci dalam penanganan kondisi HIV/AIDS. Sebab, semua orang berhak atas layanan kesehatan yang setara. Demikian disampaikan Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular dr Ina Agustina Isturini, Jumat (29/11).
Ia mengatakan pihaknya melakukan sejumlah langkah untuk mempercepat penanggulangan, di antaranya penjangkauan berbasis komunitas untuk populasi kunci, tes, dan pengobatan HIV dalam satu hari (Sameday Antiretroviral Therapy), profilaksis pra-pajanan (PrEP) untuk mencegah infeksi di populasi kunci.
Ada juga layanan terintegrasi TB-HIV dan pemberian ARV multi-bulan, katanya, serta Sistem Informasi SIHA 2.1, guna memantau data individu.
Kemenkes memprioritaskan inovasi seperti skrining mandiri, pengobatan di hari yang sama , dan integrasi layanan berbasis komunitas, karena meskipun upaya penanggulangan HIV/AIDS menunjukkan kemajuan, tantangan
tetap besar. Dia menambahkan, 35 persen infeksi baru ditemukan pada kelompok lelaki yang berhubungan seks dengan lelaki (LSL), dan 28 persen dari pasangan ODHIV. Kemudian, dari target target 95-95-95 dalam inisiatif Three Zero untuk 2030, katanya, baru sekitar 64 persen ODHIV yang menerima terapi antiretroviral (ARV), dan baru 49 persen mencapai supresi virus.
Pelaksana Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Yudhi Pramono menegaskan bahwa peringatan ini menjadi momentum untuk memperkuat sinergi lintas sektor dalam mencapai Akhiri AIDS pada 2030. (Ant/H-3)
Artikel ini merupakan Rangkuman Ulang Dari Berita : https://mediaindonesia.com/humaniora/722008/stigma-jadi-tantangan-penanganan-hivaids