Emporio.my.id-
Jakarta, CNN Indonesia —
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menegaskan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen atas transaksi menggunakan Quick Response Code Indonesia Standard (QRIS) tidak akan dibebankan kepada konsumen.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti mengatakan PPN akan dikenakan pada Merchant Discount Rate (MDR) yakni biaya jasa yang dikenakan ke merchant atau penjual kepada Penyelenggara Jasa Pembayaran (PJP) atau provider.
“Jadi sebenarnya yang menjadi dasar untuk dilakukannya pembayaran QRIS itu adalah MDR. Jadi sebenarnya provider itu menyediakan aplikasi ini, kemudian nanti ada mekanisme antara provider dan merchantnya, nanti merchantnya yang bayar PPN berapa jasanya. Bisa jadi 0,1 atau 0,2 (persen) dari transaksi. Dan itu sebenarnya merchantnya yang bertanggung jawab dengan provider,” katanya dalam konferensi pers, Senin (23/12).
Karena PPN atas transaksi QRIS tidak dibebankan kepada konsumen, sambung Dwi, nominal pembayaran menggunakan QRIS ataupun secara fisik akan sama.
Namun, PPN akan tetap dibebankan kepada masyarakat jika membeli barang yang tergolong kena PPN, terlepas pembayarannya dilakukan menggunakan QRIS atau secara fisik.
Misalnya Anda membeli TV seharga Rp 5 juta, maka akan dikenakan PPN sebesar Rp550 ribu. Pasalnya, barang elektronik tidak termasuk jenis barang bebas PPN.
Dengan demikian, total harga yang dibayarkan sebesar Rp5.550.000 baik membayar dengan QRIS maupun fisik.
“Kita mau bayar pakai QRIS, maupun pakai cash ya sama bayarnya Rp5.550.000,” kata Dwi.
Dalam kesempatan sama, Dwi juga menjelaskan soal transaksi uang elektronik dan dompet digital yang dikenakan PPN 12 persen mulai 1 Januari 2025. PPN katanya dikenakan atas biaya administrasi dalam transaksi elektronik dan dompet digital.
Misalnya, A melakukan top-up e-money atau e-wallet sebesar Rp1 juta dengan biaya admin Rp1.500. Maka PPN yang dikenakan sebesar Rp180 yang didapat dari 12 persen dikali Rp1.500.
“Jadi yang dikenakan PPN itu yang Rp1.500 atas jasanya. Jadi Rp1.500 itu disebutnya biaya admin. Itu dalam istilah pajak namanya jasa,” katanya.
Ia mengatakan biasanya biaya admin yang selama ini dikenakan sebesar Rp1.500 sudah termasuk PPN. Namun masyarakat cenderung tidak menyadari hal tersebut.
“Mungkin selama ini kenapa kalau isi e-wallet atau e-money tetap aja biayanya Rp1.500, tidak ada keterangan PPN. Nah bisa jadi biaya jasanya itu dari providernya sudah memperhitungkan PPN-nya di situ makanya biayanya tetap Rp1.500,” katanya.
Dengan PPN yang sudah masuk dalam biaya admin, maka nominal top-up dengan yang diterima akan sama. Misalnya seperti A yang top-up Rp1 juta maka tetap akan menerima saldo Rp1 juta.
Dwi pun menjelaskan ketika bertransaksi menggunakan e-wallet tidak dikenakan PPN, termasuk saat membayar jalan tol. Ia menegaskan yang dikenakan PPN hanya saat top-up yang sudah masuk dalam biaya admin.
“Ya setiap ngisi ya Rp1.500 (biaya admin dan PPN), tapi sekali itu saja. Ketika saya tap tol kan enggak kena (PPN). Enggak ada PPN di situ,” katanya.
Ketika ditanya kemungkinan biaya admin yang saat ini Rp1.500 naik ketika PPN naik ke 12 persen, Dwi mengatakan hal itu bukan ranah pemerintah.
“Kalau itu yang tarif Rp1.500 kan di luar kewenangan kami. Itu kan provider,” katanya.
(fby/sfr)
Artikel ini merupakan Rangkuman Ulang Dari Berita : https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20241223195437-532-1180412/djp-pastikan-ppn-12-persen-atas-transaksi-qris-tak-ditanggung-konsumen