Emporio.my.id-
BICARA soal fermentasi kopi, rupanya juga sudah dilakukan penelitian ilmiah oleh akademisi Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati (SITH) Institut Teknologi Bandung, Intan Taufik. Tahun lalu, Intan Taufik menjalankan proyek bertajuk Pengembangan Kultur Starter dari Feses Luwak untuk Proses Fermentasi Kopi. Dari riset yang dilakukan, ia berhasil menciptakan kopi luwak tanpa luwak.
Biasanya kopi luwak difermentasi langsung dalam pencernaan hewan luwak. Kini, Intan berhasil menciptakan kopi luwak tanpa perlu melewati proses tersebut. Hal itu dilakukan karena adanya praktik yang mencederai pertumbuhan alamiah binatang. Luwak biasanya dikandangkan atau dibebaskan, tetapi dalam area tertentu agar biji kopi yang dihasilkan bisa dikumpulkan lebih mudah.
Inovasi Intan itu menggunakan isolat mikroba yang ada pada feses luwak. Mulanya ia mengumpulkan sampel feses luwak dari Cikole, Lembah Cimanong, dan Tangkuban Parahu, Jawa Barat. Berlanjut ke proses berikutnya, yakni melakukan proses isolasi mikroba dari sampel feses luwak yang berasal dari Toraja, Simalungun, dan Jawa Barat, serta memperoleh 59 isolat mikroba.
Riset berlanjut ke uji enzimatis mikroba. Total hanya ada 23 isolat yang mampu memproduksi enzim dari sampel feses luwak Simalungun, Toraja, dan Jawa Barat. Kemudian formulasi mikroba dilakukan, menyisakan 10 isolat mikroba terbaik. Namun, begitu masuk ke uji coba kultur starter di laboratorium, hanya ada tiga isolat mikroba asal Toraja dan Simalungun yang menghasilkan cupping score kopi di atas angka 85.
Sementara itu, saat diuji coba di lapangan, untuk penggunaan kultur starter mikroba dari Toraja, pada prosesor kopi Jawa Barat dan Bali konsisten menghasilkan cupping score lebih dari 84 dengan produksi green bean sebanyak 614 kilogram.
Kini, isolat mikroba luwak itu pun dapat dinikmati dalam produk kopi, salah satunya dari Catur Coffee Company milik Michael Jassin. Seperti pada varian kamala atau senja, seperti kamala loa #08 atau setiap produk kopi dari Catur yang memiliki kode #08. Terkait dengan harga, untuk aceh gayo pantan sinaku anaerobic natural #08 dibanderol sebesar Rp240 ribu per kilogram, bali kintamani anaerobic natural #08 Rp245 ribu per kilogram, dan loa anaerobic natural #08 Rp250 ribu per kilogram.
“Dari luwak itu, kami menemukan ada ragi dan bakteri. Ada yang menguntungkan dan yang potensial penyakit. Dari yang menguntungkan dan potensial untuk fermentasi kopi, kami kembangkan. Salah satunya strain Kluyveromyces marxianus yang sudah tersedia untuk dipakai petani,” ungkap Intan kepada Media Indonesia melalui sambungan telepon, Kamis (28/11).
“Lainnya ada beberapa strain Hanseniaspora uvarum, Nakaseomyces glabratus, Lactobacillus plantarum, dan Lactococcus lactis. Selain luwak, kami juga mengembangkan mikroba untuk antijamur yang bisa dipakai pada saat pengeringan,” lanjutnya.
Intan mengaku sudah sejak 2019 memperkenalkan proses fermentasi berbasis ilmiah ke petani. Ia ingin petani bisa memanfaatkan teknologi mikroba baik untuk pengeringan dan fermentasi. “Dengan mengikuti SOP secara benar, ditambah memanfaatkan mikroba, akan menghasilkan kopi yang lebih beragam, rasanya juga makin unik-unik,” ucapnya.
Kehati-hatian menggunakan senyawa atau mikroba dalam proses fermentasi kopi pun ditekankan Intan kepada para pelaku, pencinta kopi, termasuk prosesor. Ia menyarankan agar eksperimen fermentasi sebaiknya menggunakan mikroba yang sudah diketahui keamanannya, seperti yang aman digunakan dalam proses produksi makanan, GRAS (generally regarded as safe). (Jek/M-2)
Artikel ini merupakan Rangkuman Ulang Dari Berita : https://mediaindonesia.com/jurnal-kopi/722207/kopi-luwak-gaya-baru